Minggu, 09 Februari 2020

Di Depan Layar Sinema

Kini kupangku pipi cembungku
Pilihanku jatuh menonton setengah rupamu 
Dibanding menatap layar sinema itu; 
yang sudah dua warsa lamanya kutunggu 

Aku bahkan mampu mengehentikan waktu 
Demi memusatkan bola mataku pada parasmu 
Namun, aku tak mampu jika tak berdecak kagum
Bahkan tersenyum
Alih-alih menatap layar kaca di pantulan lensa mata tajammu

Eunoia ini mulai bertanya;

Adakah yang lebih rupawan dari matamu yang menawan? 
Apa yang lebih menghanyutkan dibanding senyum mautmu? 
Tawamu yang terkekeh, hidungmu yang kembang kempis, 
dan alismu yang berbaris, 
Dapatkah kutaruh diksi paling indah untuk menjelaskannya? 

Sepanjang masa kunamai kau sang duka 
Bukan, bukan seperti yang kau terka 

Tapi justru tanpamu, takbisa kusyukuri cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar