Khawatirnya perempuan itu seperti buih di laut. Seolah tidak ada habisnya. Sesuatu yang kalau ia perbincangkan dengan laki-laki mungkin akan ditanggapi; "yaudahlah santai". Dan itu membuatnya semakin jengkel, juga bertambah khawatir.
Selain seperti buih, tumbuh pula seperti ombak, bergulung-gulung. Siang-malam tak pernah berhenti sepanjang angin terus mengalir. Seperti itulah sebab-sebab khawatirnya. Tidak kelihatan, tapi dirasakan terus menerus.
Mungkin khawatir tentang fisiknya seperti kulit putih, rambut lebat nan panjang, tinggi rendahnya badan, cantik tidaknya paras, alis yang berbaris, dan segala sesuatu yang seringkali diam-diam membuat dirinya terdiam di depan cermin. Ya, mungkin khawatir tentang apa yang dipikirkan orang lain tentangnya.
Ketika masih belia, khawatir dengan pertemanan, masuk ke dunia berikutnya khawatir tentang pekerjaan dan karir, ke usia yang lebih matang khawatir tentang jodoh, ditambah khawatir pasangannya kelak tidak setia, dan lain-lain.
Ada saja yang memenuhi ruang-ruang di pikirannya. Ada saja hal-hal yang membuatnya sakit kepala tiba-tiba karena ulahnya sendiri.
Tapi ketika ia menemukan seseorang yang mampu meniadakan kekhawatirnya, membuatnya percaya bahwa segala sesuatunya akan baik-baik saja. Dengan senang hati, ia akan mencurahkan segala daya dan pikirannya untuk orang itu. Sekalipun mungkin itu menyakiti dirinya.
hmm tapi saya ralat deh, semoga tidak ada yang tersakiti.
Kadang, saya merasa percaya bahwa kemampuannya melihat sesuatu dari sisi negatif (hal yang buruk) membuat perempuan jauh lebih jeli dan hati-hati daripada laki-laki, yang (kadang) terburu-buru, grusah-grusuh, kurang terliti.
Dan kekhawatiranya itu adalah kekuatan yang hebat kala ia berumah tangga. Saat ia sanggup berhitung atas situasi dan membuatnya selalu bersiap dalam kondisi terburuk. Dan kekuatan itulah yang sadar atau tidak, membuatnya menjadi kuat. Pemikiran ini tentunya setelah melihat perempuan yang dengan segala kecerewetan, lemah lembut, dan kepanikanya mengatur sebuah keluarga, Ibu.